June 25, 2009

If--

If--
Rudyard Kipling - 1986

If you can keep your head when all about you
Are losing theirs and blaming it on you;
If you can trust yourself when all men doubt you,
But make allowance for their doubting too;
If you can wait and not be tired by waiting,
Or, being lied about, don't deal in lies,
Or, being hated, don't give way to hating,
And yet don't look too good, nor talk too wise;

If you can dream - and not make dreams your master;
If you can think - and not make thoughts your aim;
If you can meet with triumph and disaster
And treat those two imposters just the same;
If you can bear to hear the truth you've spoken
Twisted by knaves to make a trap for fools,
Or watch the things you gave your life to broken,
And stoop and build 'em up with wornout tools;

If you can make one heap of all your winnings
And risk it on one turn of pitch-and-toss,
And lose, and start again at your beginnings
And never breath a word about your loss;
If you can force your heart and nerve and sinew
To serve your turn long after they are gone,
And so hold on when there is nothing in you
Except the Will which says to them: "Hold on";

If you can talk with crowds and keep your virtue,
Or walk with kings - nor lose the common touch;
If neither foes nor loving friends can hurt you;
If all men count with you, but none too much;
If you can fill the unforgiving minute
With sixty seconds' worth of distance run -
Yours is the Earth and everything that's in it,
And - which is more - you'll be a Man my son!
-----

Source:
  1. http://en.wikipedia.org/wiki/If%E2%80%94
  2. http://www.everypoet.com/archive/poetry/Rudyard_Kipling/kipling_if.htm

February 12, 2009

How Do I Love Thee

Cinta, cinta, cinta...
Setiap orang pasti memiliki kisahnya masing-masing. Dan entah berapa banyak pujangga terinspirasi olehnya. Anggap saja aku mengutip puisi cinta ini dalam suasana Valentine.

How Do I Love Thee?
Sonnet from the Portuguese XLIII - Elizabeth Barrett Browning

How do I love thee? Let me count the ways.
I love thee to the depth and breadth and height
My soul can reach, when feeling out of sight
For the ends of Being and ideal Grace.
I love thee to the level of everyday's
Most quiet need, by sun and candle-light.
I love thee freely, as men strive for Right;
I love thee purely, as they turn from Praise.
I love thee with a passion put to use
In my old griefs, and with my childhood's faith.
I love thee with a love I seemed to lose
With my lost saints, --- I love thee with the breath,
Smiles, tears, of all my life! --- and, if God choose,
I shall but love thee better after death.

Elizabeth Barrett Browning (1806-1861), seorang wanita bangsawan dan seorang pujangga yang telah menulis puisi bahkan sejak ia masih berumur 6 tahun. Ia menikah dengan Robert Browning, dan cinta memberinya inspirasi untuk menulis Sonnet from the Portuguese, kumpulan 44 soneta yang ditulis sekitar tahun 1845-1846, sebelum pernikahan mereka. Kutipan di atas adalah soneta nomor 43 tersebut, pernyataan cinta yang mengakhiri sejumlah keraguan dan tanda tanya yang muncul dalam soneta-soneta sebelumnya.

Beloved, Thou Hast Brought Me Many Flowers
Sonnet from the Portuguese XLIV - Elizabeth Barrett Browning

Beloved, thou hast brought me many flowers
Plucked in the garden, all the summer through,
And winter, and it seemed as if they grew
In this close room, nor missed the sun and showers.
So, in the like name of that love of ours,
Take back these thoughts which here unfolded too,
And which on warm and cold days I withdrew
From my heart's ground. Indeed, those beds and bowers
Be overgrown with bitter weeds and rue,
And wait thy weeding; yet here's eglantine,
Here's ivy!--take them, as I used to do
Thy flowers, and keep them where they shall not pine.
Instruct thine eyes to keep their colours true,
And tell thy soul, their roots are left in mine.

Sumber:
1. http://www.poetryfoundation.org/archive/poet.html?id=81294
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Elizabeth_Barrett_Browning

January 26, 2009

All The World's a Stage

All The World's a Stage
As You Like It - Act II, Scene VII, lines 139-166 - Shakespeare

All the world's a stage,
And all the men and women merely players;
They have their exits and their entrances;
And one man in his time plays many parts,
His acts being seven ages. At first the infant,
Mewling and puking in the nurse's arms;
And then the whining school-boy, with his satchel
And shining morning face, creeping like snail
Unwillingly to school. And then the lover,
Sighing like furnace, with a woeful ballad
Made to his mistress' eyebrow. Then a soldier,
Full of strange oaths, and bearded like the pard,
Jealous in honour, sudden and quick in quarrel,
Seeking the bubble reputation
Even in the cannon's mouth. And then the justice,
In fair round belly with good capon lin'd,
With eyes severe and beard of formal cut,
Full of wise saws and modern instances;
And so he plays his part. The sixth age shifts
Into the lean and slipper'd pantaloon,
With spectacles on nose and pouch on side;
His youthful hose, well sav'd, a world too wide
For his shrunk shank; and his big manly voice,
Turning again toward childish treble, pipes
And whistles in his sound. Last scene of all,
That ends this strange eventful history,
Is second childishness and mere oblivion;
Sans teeth, sans eyes, sans taste, sans everything.
-----

Perkataan di atas, adalah jawaban dari Jaques si melankolis terhadap pernyataan tuannya, Sang Bangsawan dalam kisah As You Like It karya William Shakespeare.

Thou seest we are not all alone unhappy.
This wide and universal theatre
Presents more woeful pageants than the scene
Wherein we play in.

Saat sedang membahas mengenai penderitaan yang mereka alami dan juga penderitaan orang lain, Sang Bangsawan berkata, "Lihatlah, tidak hanya kita yang tidak berbahagia. Dalam panggung dunia ini, masih ada kejadian yang lebih menyedihkan dari apa yang sedang kita alami." Perkataan tersebut ditanggapi oleh Jaques dengan filosofinya mengenai kehidupan.

"Dunia ini panggung sandiwara," katanya. "Semua orang, pria dan wanita, hanyalah pemain-pemain di dalam sandiwara tersebut." Pembandingan antara kehidupan dengan sandiwara sudah sering dilakukan. Contoh yang pasti masih membekas di kepala adalah lagu 'Panggung Sandiwara' yang dipopulerkan oleh Nicky Astria di akhir 1980-an. Memang harus diakui, kehidupan dan sandiwara terkadang tak bisa dibedakan. William Shakespeare, melanjutkan pembandingan itu dengan berfokus pada peran seseorang dalam kehidupannya. Ia membagi peran seseorang ke dalam tujuh tahap.

At first the infant, mewling and puking in the nurse's arms

Pertama, sebagai bayi, selalu menangis dan merepotkan. Pemilihan kata "nurse's arm" bisa diartikan bahwa seorang bayi harus selalu dalam dekapan seseorang yang bisa menjaga dan merawatnya.

And then the whining school-boy, with his satchel and shining morning face, creeping like snail, wnwillingly to school.

Yang kedua, sebagai seorang anak, dengan tasnya dan wajah yang berseri-seri. Kalimat ini menekankan betapa pentingnya seorang anak mendapatkan pendidikan, meski digambarkan pula keengganannya meninggalkan tempatnya yang nyaman.

And then the lover, sighing like furnace, with a woeful ballad made to his mistress' eyebrow.

Yang ketiga, masa puber, yaitu pada usia ABG dimana seseorang mengenal cinta terhadap lawan jenisnya. Sayangnya, biasanya pengenalan akan cinta itu juga akan memperkenalkan seseorang kepada kesedihan yang membuat mereka 'sighing like furnace', karena cinta mereka tak selalu berjalan mulus. Kalimat ini juga mengimplikasikan bahwa pada fase ini seseorang juga mulai mencoba mengekspresikan perasaannya melalui seni.

Then a soldier, full of strange oaths, and bearded like the pard, jealous in honour, sudden and quick in quarrel, seeking the bubble reputation even in the cannon's mouth.

Yang keempat, seperti layaknya seorang prajurit, dimana seseorang mulai memikirkan hal lain di luar dirinya dan memperjuangkan hal tersebut demi kebanggaan dan reputasi, meski hal tersebut membahayakan dirinya. Contoh paling mudah yang dapat dilihat adalah para mahasiswa yang memperjuangkan idealismenya.

And then the justice, in fair round belly with good capon lined, with eyes severe and beard of formal cut, full of wise saws and modern instances; and so he plays his part.

Yang kelima adalah fase dewasa, dengan kebijakan yang diperoleh selama hidupnya, menjalankan perannya di dalam masyarakat. Ada beberapa kiasan yang mungkin bisa diterjemahkan secara berbeda di sini. Shakespeare menggambarkan fase dewasa ini sebagai fase dimana seseorang cenderung menjadi lebih gemuk ("in fair round belly"), mencari yang terbaik ("with good capon lined" secara harafiah berarti deretan daging ayam terbaik), lebih memperhatikan keadaan di sekitarnya ("with eyes severe"), dan lebih memperhatikan penampilannya ("beard of formal cut").

The sixth age shifts into the lean and slipper'd pantaloon, with spectacles on nose and pouch on side; his youthful hose, well sav'd, a world too wide for his shrunk shank; and his big manly voice, turning again toward childish treble, pipes and whistles in his sound.

Selanjutnya adalah fase dimana seseorang menjadi tua. Fisik melemah, dunia sudah menjadi terlalu besar bagi kakinya untuk melangkah, suaranya pun melemah. Mental pun melemah, ia menjadi bahan tertawaan ("pantaloon" berarti bahan tertawaan, dan dalam commedia dell'arte Italia, Pantalone biasanya berupa karakter seorang pria yang sudah tua).

Last scene of all, that ends this strange eventful history, is second childishness and mere oblivion; sans teeth, sans eyes, sans taste, sans everything.

Dan setelah semuanya itu, ia akan kembali menjadi seperti anak-anak, butuh seseorang untuk merawatnya. Perlahan, satu-persatu bagian dari dirinya akan menghilang, sampai akhirnya, ia mati.
-----

Ben's Note:
Aku membaca tulisan Shakespeare ini karena tertarik dengan film As You Like It. Film tersebut menghidupkan naskah Shakespeare yang berjudul sama, dengan sedikit perubahan pada setting. Jika pada naskah asli kisah tersebut terjadi di Prancis, maka dalam film keseluruhan event terjadi di Jepang.

Well, bagi sebagian besar orang mungkin film ini membosankan. Namun saat pertama menontonnya secara tidak sengaja, aku tertarik dengan permainan kata yang digunakan. Aku hanya mencoba mengapresiasikannya.

Source:
  1. http://www.shakespeareswords.com/Plays.aspx?Ac=2&SC=7&IdPlay=26#205970
  2. http://en.wikipedia.org/wiki/All_the_world%27s_a_stage

Ksatria dan Putri

Ksatria dan Putri

ksatria dan putri idaman
adakah setiap hati memimpikannya?

saat kenyataan terbentang di hadapan
menghantam asa dengan palu godam
mimpi bertahan di dalam angan

ksatria tak berkuda
putri tak beristana
hanya pujangga penuh cinta

ah, ksatria dan putri idaman
setiap hati memimpikannya

'ku'

sebuah eksperimen, lebih dari setahun yang lalu...
Bermain KU

kuhirup sendiriku
kunikmati setiap nafasku
kulangkahi petak jalanku
kubersama senyumku

kuda berketeplak kuku
kura-kura di dalam saku
kucing bermain paku
kuasa didalam buku

kurengkuh mimpiku
kuasaku bukuku
kurangkul lepasku

kudakirintangan jikakinilukanantiku

kuakuiakuimpikanapikasihkekasihku

Ithaca - Arti Sebuah Perjalanan

Apa artinya sebuah perjalanan untukmu? Ini bukan hanya mengenai perjalanan secara fisik seperti wisata atau perjalanan antar kota, namun juga tentang perjalanan hidup...

Ithaca
Constantine P. Cavafy (1911)

When you set out on your journey to Ithaca,
pray that the road is long,
full of adventure, full of knowledge.
The Lestrygonians and the Cyclops,
the angry Poseidon -- do not fear them:
You will never find such as these on your path,
if your thoughts remain lofty, if a fine
emotion touches your spirit and your body.
The Lestrygonians and the Cyclops,
the fierce Poseidon you will never encounter,
if you do not carry them within your soul,
if your soul does not set them up before you.

Pray that the road is long.
That the summer mornings are many, when,
with such pleasure, with such joy
you will enter ports seen for the first time;
stop at Phoenician markets,
and purchase fine merchandise,
mother-of-pearl and coral, amber and ebony,
and sensual perfumes of all kinds,
as many sensual perfumes as you can;
visit many Egyptian cities,
to learn and learn from scholars.

Always keep Ithaca in your mind.
To arrive there is your ultimate goal.
But do not hurry the voyage at all.
It is better to let it last for many years;
and to anchor at the island when you are old,
rich with all you have gained on the way,
not expecting that Ithaca will offer you riches.

Ithaca has given you the beautiful voyage.
Without her you would have never set out on the road.
She has nothing more to give you.

And if you find her poor, Ithaca has not deceived you.
Wise as you have become, with so much experience,
you must already have understood what Ithacas mean.

Tersebutlah seseorang bernama Odysseus, Raja Ithaca yang hidup di dalam karya-karya Homer, yaitu Odyssey, Illiad, dan juga di dalam Epic Cycle. Setelah perang Troya yang melelahkan selama sepuluh tahun, bersama pasukannya Odysseus mengarahkan kapalnya pulang ke negerinya, Ithaca, dimana permaisurinya menanti. Bukan perjalanan yang mudah, ternyata. Perang melawan kaum Cicone, melarikan diri dari Polyphemus raksasa bermata satu dan juga kaum Laestrygonians yang kanibal, dan masih banyak lagi tantangan menghadang. Bahkan dewa laut Poseidon pun membenci Odysseus dan berusaha menghalanginya pulang.

Puisi di atas, meski didasarkan pada kisah Odysseus, namun sama sekali tidak bercerita mengenai sang raja. Penulis puisi tersebut hanya mengambil elemen-elemen kisah tersebut yang sesuai dengan tujuannya, yaitu sebuah puisi mengenai perjalanan. 'Ithaca' adalah simbol dari tujuan akhir perjalanan ini, dan tidak selalu harus berupa tempat. 'Lestrygonian', 'Cyclop', dan 'Poseidon' adalah simbol dari rintangan-rintangan yang mungkin akan menghadang. Jika boleh diungkapkan dengan bahasa yang lebih sederhana, maka bait pertama puisi di atas hendak berkata demikian:

Pada saat engkau memulai perjalananmu,
berharaplah agar perjalanan itu tidak cepat berakhir,
penuh petualangan, dan akan menambah pengetahuanmu.
Jangan takut dengan rintangan yang mungkin menghadang,
engkau tidak akan mengalami kesulitan jika hati dan pikiran terjaga.
Terkadang halangan itu ada karena pikiranmu yang memunculkannya.

Jika bait pertama puisi berbicara mengenai 'rintangan', maka bait kedua berbicara mengenai hal-hal menarik yang bisa dijumpai dalam perjalanan. Ada dua simbol yang dipergunakan oleh penulis, yaitu pasar-pasar Phoenicia dan kota-kota Mesir. Kedua simbol ini tidak berhubungan dengan kisah Odysseus. Namun secara geografis, kedua tempat ini mungkin saja disinggahi dalam perjalanan menuju Ithaca. Phoenicia yang terletak di pesisir barat laut tengah (wilayah Lebanon sekarang) pada masanya terkenal sebagai pedagang ulung. Tidak heran jika penulis puisi mengatakan bahwa banyak barang-barang menarik yang dapat kaujumpai di sana. Sedangkan Mesir, terkenal dengan peradabannya. Penulis puisi hendak mengajak pembacanya untuk mampir dan belajar banyak dari para ahli di sana. Apa arti bait kedua ini? Dalam satu kalimat: "Bukalah mata baik-baik dalam sebuah perjalanan, kau akan takjub karena ada begitu banyak hal menarik yang mungkin tak akan kaujumpai di tempat lain."

Penulis puisi kembali menggunakan 'Ithaca' sebagai simbol dalam bait-bait selanjutnya, untuk mengingatkan bahwa tujuan akhir perjalanan tidak boleh dilupakan. Tanpa adanya tujuan, tak akan pernah ada perjalanan. Tetapi daripada terburu-buru mencapai tujuan itu, lebih baik biarkan perjalanan berlangsung lebih lama. Dan kelak, pada saat tujuan itu tercapai, engkau sudah lebih kaya dengan apa yang didapatkan di jalan. Tak selalu berupa kekayaan materi, melainkan pengalaman dan kebijakan, benda yang tak ternilai harganya.

Ben's Note:
Aku tidak ingat kapan aku pertama kali membaca puisi ini, kemungkinan besar pada tahun-tahun pertama kuliah. Baru-baru ini seseorang mengingatkanku akan puisi ini, dengan kata-katanya: "enjoy the journey, not the destination."

Puisi ini sangat berkesan, karena cocok dengan sifatku yang kurang kompetitif, dan cenderung lebih santai dalam mencapai tujuan. Ah, bukan, bukan lebih santai, tetapi aku lebih suka menikmati perjalanan itu. Aku sadar betul bahayanya sifat ini, aku bisa terlena di tengah jalan, dan takkan pernah sampai di tujuan. Mudah-mudahan tidak terjadi...

Sources:
  1. http://users.hol.gr/~barbanis/cavafy/ithaca.html
  2. http://en.wikipedia.org/wiki/Odysseus
  3. http://en.wikipedia.org/wiki/Odyssey
  4. http://en.wikipedia.org/wiki/Constantine_P._Cavafy

January 24, 2009

Aku seorang ...

Seorang kawan bertanya bagaimana rasanya menjadi peran yang berbeda. Ini jawabanku jika aku yang berperan. Tentu saja apa yang kutulis di sini akan sangat subyektif...

Aku seorang penari ballet. Kenapa kaget? Memang jarang ada penari ballet laki-laki, dan dengan kultur negara kita, besar kemungkinan aku akan dianggap banci. Hei, aku normal! Okay, mungkin aku tidak memahami otot besar, dan aku memandang keindahan dari sudut pandang yang berbeda. Aku melihat keindahan dalam gerakan-gerakan ballet, ayunan tangan seiring alunan musik, dan putaran badan itu! Dan tentu saja, gadis-gadis cantik yang menarikannya. Dan aku, hanya ingin menari bersama mereka...

Saya, seorang pengusaha. Saya yakin, saya bisa lebih berkembang dengan usaha saya, daripada saya bekerja untuk orang lain. Saya bisa bekerja dengan ritme yang saya inginkan, dan bukannya saya juga membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan? Tapi memang, saya harus jeli melihat peluang. Lengah, dan saya akan ketinggalan. Dan justru di saat dunia internasional dilanda krisis seperti sekarang, saya semakin tertantang.

Saya seorang CEO perusahaan besar. Tidak seperti namanya yang terlihat bonafid, ini sebuah pekerjaan berat. Saya bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan ini, dan juga atas para karyawan saya. Tidak mudah, karena banyak mata mengawasi dan siap menghakimi jika saya melakukan kesalahan, terutama para pemegang saham itu. Ah, apa artinya hidup tanpa tantangan?

Gue, fashion designer. Hasil karya gue dipake oleh sejumlah artis. Hidup gue ga jauh dari dunia entertainment. Mungkin karena inilah dunia yang paling peduli dengan urusan penampilan. Di sini ngga berlaku pepatah "jangan menilai buku dari sampulnya". Di sini lo bakal dinilai dari apa yang lo pakai. Gue ga keberatan. Paling tidak, gue jadi punya lahan pekerjaan.

Aku pemain sepakbola. Sayangnya, di negara ini profesi pemain sepakbola tidaklah segemerlap para pemain Serie A atau Premiere League. Bayaran pas-pasan. Bermain bola pun harus siap untuk perkelahian di lapangan yang bisa terjadi kapan saja. Masa depanku pun tak pasti. Setelah umur 30an, bisa jadi aku tidak ada harganya lagi sebagai pemain. Mungkin aku akan mencari jalan supaya bisa jadi pelatih...

Gue seorang illustrator, full-time. ... jujur gue bingung musti ngomong apa tentang kerjaan gue. Kayaknya gue lebih bisa mengungkapkan apa yang gue pikirin melalui gambar, bukan tulisan...

Gue, seorang artis. Terkenal? Bisa dibilang begitu. Paling tidak gue dikenal di banyak negara. Glamour, katanya. Haha. Dari luar memang terlihat berkilauan. Tapi di dalam sini, sangat melelahkan. Betul, berakting dan bernyanyi itu melelahkan, tapi gue menikmatinya. Yang lebih melelahkan itu adalah ngejaga image gue. Ini adalah dunia dimana seseorang akan dinilai dari luar. Maka, kalo gue masih mau terus mendapatkan tawaran-tawaran dengan bayaran tinggi, gue harus terlihat selalu sempurna. Percayalah, itu sangat melelahkan.

Saya seorang dosen. Maaf saya tidak sempat bercerita banyak, mesti ngajar nih sebentar lagi. Setelah selesai mengajar? Maaf, saya masih harus menyelesaikan proyek juga.

Aku seorang ibu. Haha. Tentu saja tidak. Ini tidak akan pernah terjadi.

Aku seorang bapak. Saat kulihat senyum di wajah anak-anakku, aku tahu, aku akan memperjuangkan masa depan yang layak bagi mereka. Aku akan membuka banyak kesempatan bagi mereka. Meski aku lelah bekerja sepanjang hari, aku akan menemani mereka sepanjang malam. Meski kelak mereka malu berjalan bersama bapaknya ini, dan mereka memilih berjalan bersama teman-temannya, aku akan tetap memperhatikan anak-anakku. Meski aku tua, tidak sanggup bekerja, dan terlupakan, aku tidak akan melupakan anak-anakku dalam doa-doaku.

Aku seorang musisi. Aku menemukan cintaku di dalam musik. Iramanya adalah langkahku, alunan nadanya adalah nafasku. Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa musik. Isi hatiku, pemikiranku, keluh kesahku, asmaraku, semua mengalun dalam musik. Ambil musik dariku, dan aku akan mati.

Saya seorang karyawan, bekerja di kantor. Berangkat pagi hari, bekerja sepanjang hari, pulang malam hari. Keseharian saya tak lebih dari sebuah rutinitas. Tapi tidak buruk juga. Ada tantangan, mengejar karir. Ada income bulanan yang pasti. Saya bisa kredit rumah, kredit mobil, dan mulai menyimpan dana untuk biaya anak-anak saya kelak. Rasanya aman, hidup seperti ini. Asal tidak dipecat saja.

Saya mahasiswa S3. Sering orang bertanya, untuk apa kuliah tinggi-tinggi? Entahlah. Ada banyak rasa penasaran di dalam hati yang mendorong saya untuk terus belajar, mencari jawaban. Yah, anggap saja jalan yang saya tempuh ini untuk memuaskan hati saya sendiri.

Aku seorang fotografer. Warna alam ini begitu indah, kawan! Aku ingin menangkap semua keindahan itu melalui lensa kameraku. Ada kepuasan tersendiri di dalamnya. Rasanya seperti aku memotong dunia dan menyajikannya di atas kertas. Aku sangat setuju dengan istilah "mengabadikan" yang sering dipakai orang untuk menyebut "memotret". Karena memang seperti itulah rasanya. Peristiwa alam yang terjadi dalam sekejap saja, ingin kusimpan agar bisa kunikmati kembali.

Saya orang kaya. Tidak usahlah anda bertanya dari mana kekayaan saya ini. Yang jelas, saya sanggup membeli apa yang saya inginkan. Termasuk para wanita cantik itu, haha! Saya bisa menjalani hari-hari semau saya. Apa yang mau saya makan, kemana saya mau berlibur, tidak ada batasan. Dengan uang, segalanya mungkin. Tentu, saya juga harus memikirkan bagaimana supaya kekayaan saya tidak habis.

Aku bekerja sebagai seorang penjaga toko. Melelahkan? Tidak juga. Ini perkerjaan yang sederhana. Semua orang mampu melakukannya, tapi tidak semua mau. Yang kuperlukan hanya senyum, dan tak lupa bahwa pelanggan adalah raja (meski tidak semua pelanggan layak menjadi raja). Tidak masalah selama mereka berbelanja di sini. Ini pekerjaan yang menghabiskan waktu. Aku harus berjaga sepanjang hari, ditambah sedikit berhitung-hitung pembukuan di malam hari. Pekerjaan ini tidak susah, tapi memang membosankan. Tidak apalah. Di waktu liburku aku bisa jalan-jalan.

Ketemu lagi dengan gue, sang superstar! Betul, gue artis yang tadi sudah bercerita. Haha...

Saya seorang guru. Setiap hari, saya harus menempuh perjalanan jauh untuk mencapai gedung sekolah. Saya tidak boleh terlambat, saya tidak boleh membiarkan murid-murid saya menunggu. Mendidik mereka adalah suatu pekerjaan mulia, dan penting. Apa yang mereka pelajari kini akan menentukan akan menjadi orang seperti apa kelak. Ini cita-cita saya sejak kecil. Saya menikmatinya. Meski honor tidak seberapa. Meski status saya tak juga dinaikkan menjadi PNS. Tidak mengapa. Pendidikan anak-anak itu lebih penting...

Aku seorang petualang. Banyak istilah yang sering dialamatkan padaku: pelancong, turis. Tapi aku lebih suka disebut petualang. Menembus hutan tergelap, mendaki gunung tertinggi, menyelami terumbu yang berwarna-warni, dan menikmati sunset pantai terindah, tujuan hidupku. Aku juga ingin menjumpai budaya-budaya yang berbeda di setiap sudut bumi. Bumi ini begitu kaya, begitu indah. Dan selama kakiku masih bisa melangkah, aku akan terus berjalan menyusuri bumi...

Aku seorang istri. ... sebentar, biar kuulang kata-kataku.

Aku seorang suami. Menikahi istriku adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat. Mungkin memang banyak godaan di luar sana. Tapi tidak! Aku tidak akan tergoda! Aku mencintai istriku. Sepuluh, dua puluh, lima puluh tahun lagi, aku akan tetap mencintainya. Masalah pasti ada, kadang kebosanan menyergap, dan sex pun menjemukan. Tapi aku akan tetap bertahan. Meski kerut tak akan hilang dari wajahmu kelak dan putih rambutmu, aku akan tetap mencintaimu, sayangku, sampai akhir waktuku.

Gue, seorang penyihir. Tau gak elo, betapa menyenangkannya menjadi penyihir, heh? Gue bisa ngelakuin banyak hal yang ngga bisa lo lakuin! Gue bisa nyantet! Gue bisa ngehipnotis orang semau gue! Gue juga bisa mbunuh orang tanpa khawatir ketangkep polisi! Aaahahahaha! Ngiri aja LO SANA!!

Aku seorang penulis. Dan saat ini aku mencoba mengeksplorasi beragam peran dan karakter...

As The Words Fill The World

Perkataan bisa menyembuhkan.
Perkataan bisa menyakitkan.
Perkataan bisa mendatangkan harapan.
Perkataan bisa membunuh.
Seribu kata, seratus ribu makna.


Pada halaman lain aku membagikan kisah-kisah yang kujumpai dalam perjalananku. Di saat yang sama, ada dorongan yang kuat untuk membagikan apa yang kupikirkan mengenai kata-kata. Kau boleh menyebutnya sastra, prosa, puisi, atau apalah. Bagiku semua itu adalah permainan kata: kata yang satu digabung dengan kata yang lain, makna yang berbenturan dan bersinggungan, sanggup menghasilkan interpretasi yang bermacam-macam.

Dan ini, adalah interpretasiku terhadap kata-kata yang memenuhi dunia. Memang, ini juga bagian dari perjalanan hidupku, namun kurasa aku perlu menyediakan tempat tersendiri.