All The World's a Stage
As You Like It - Act II, Scene VII, lines 139-166 - Shakespeare
As You Like It - Act II, Scene VII, lines 139-166 - Shakespeare
All the world's a stage,
And all the men and women merely players;
They have their exits and their entrances;
And one man in his time plays many parts,
His acts being seven ages. At first the infant,
Mewling and puking in the nurse's arms;
And then the whining school-boy, with his satchel
And shining morning face, creeping like snail
Unwillingly to school. And then the lover,
Sighing like furnace, with a woeful ballad
Made to his mistress' eyebrow. Then a soldier,
Full of strange oaths, and bearded like the pard,
Jealous in honour, sudden and quick in quarrel,
Seeking the bubble reputation
Even in the cannon's mouth. And then the justice,
In fair round belly with good capon lin'd,
With eyes severe and beard of formal cut,
Full of wise saws and modern instances;
And so he plays his part. The sixth age shifts
Into the lean and slipper'd pantaloon,
With spectacles on nose and pouch on side;
His youthful hose, well sav'd, a world too wide
For his shrunk shank; and his big manly voice,
Turning again toward childish treble, pipes
And whistles in his sound. Last scene of all,
That ends this strange eventful history,
Is second childishness and mere oblivion;
Sans teeth, sans eyes, sans taste, sans everything.
And all the men and women merely players;
They have their exits and their entrances;
And one man in his time plays many parts,
His acts being seven ages. At first the infant,
Mewling and puking in the nurse's arms;
And then the whining school-boy, with his satchel
And shining morning face, creeping like snail
Unwillingly to school. And then the lover,
Sighing like furnace, with a woeful ballad
Made to his mistress' eyebrow. Then a soldier,
Full of strange oaths, and bearded like the pard,
Jealous in honour, sudden and quick in quarrel,
Seeking the bubble reputation
Even in the cannon's mouth. And then the justice,
In fair round belly with good capon lin'd,
With eyes severe and beard of formal cut,
Full of wise saws and modern instances;
And so he plays his part. The sixth age shifts
Into the lean and slipper'd pantaloon,
With spectacles on nose and pouch on side;
His youthful hose, well sav'd, a world too wide
For his shrunk shank; and his big manly voice,
Turning again toward childish treble, pipes
And whistles in his sound. Last scene of all,
That ends this strange eventful history,
Is second childishness and mere oblivion;
Sans teeth, sans eyes, sans taste, sans everything.
-----
Perkataan di atas, adalah jawaban dari Jaques si melankolis terhadap pernyataan tuannya, Sang Bangsawan dalam kisah As You Like It karya William Shakespeare.
Thou seest we are not all alone unhappy.
This wide and universal theatre
Presents more woeful pageants than the scene
Wherein we play in.
This wide and universal theatre
Presents more woeful pageants than the scene
Wherein we play in.
Saat sedang membahas mengenai penderitaan yang mereka alami dan juga penderitaan orang lain, Sang Bangsawan berkata, "Lihatlah, tidak hanya kita yang tidak berbahagia. Dalam panggung dunia ini, masih ada kejadian yang lebih menyedihkan dari apa yang sedang kita alami." Perkataan tersebut ditanggapi oleh Jaques dengan filosofinya mengenai kehidupan.
"Dunia ini panggung sandiwara," katanya. "Semua orang, pria dan wanita, hanyalah pemain-pemain di dalam sandiwara tersebut." Pembandingan antara kehidupan dengan sandiwara sudah sering dilakukan. Contoh yang pasti masih membekas di kepala adalah lagu 'Panggung Sandiwara' yang dipopulerkan oleh Nicky Astria di akhir 1980-an. Memang harus diakui, kehidupan dan sandiwara terkadang tak bisa dibedakan. William Shakespeare, melanjutkan pembandingan itu dengan berfokus pada peran seseorang dalam kehidupannya. Ia membagi peran seseorang ke dalam tujuh tahap.
At first the infant, mewling and puking in the nurse's arms
Pertama, sebagai bayi, selalu menangis dan merepotkan. Pemilihan kata "nurse's arm" bisa diartikan bahwa seorang bayi harus selalu dalam dekapan seseorang yang bisa menjaga dan merawatnya.
And then the whining school-boy, with his satchel and shining morning face, creeping like snail, wnwillingly to school.
Yang kedua, sebagai seorang anak, dengan tasnya dan wajah yang berseri-seri. Kalimat ini menekankan betapa pentingnya seorang anak mendapatkan pendidikan, meski digambarkan pula keengganannya meninggalkan tempatnya yang nyaman.
And then the lover, sighing like furnace, with a woeful ballad made to his mistress' eyebrow.
Yang ketiga, masa puber, yaitu pada usia ABG dimana seseorang mengenal cinta terhadap lawan jenisnya. Sayangnya, biasanya pengenalan akan cinta itu juga akan memperkenalkan seseorang kepada kesedihan yang membuat mereka 'sighing like furnace', karena cinta mereka tak selalu berjalan mulus. Kalimat ini juga mengimplikasikan bahwa pada fase ini seseorang juga mulai mencoba mengekspresikan perasaannya melalui seni.
Then a soldier, full of strange oaths, and bearded like the pard, jealous in honour, sudden and quick in quarrel, seeking the bubble reputation even in the cannon's mouth.
Yang keempat, seperti layaknya seorang prajurit, dimana seseorang mulai memikirkan hal lain di luar dirinya dan memperjuangkan hal tersebut demi kebanggaan dan reputasi, meski hal tersebut membahayakan dirinya. Contoh paling mudah yang dapat dilihat adalah para mahasiswa yang memperjuangkan idealismenya.
And then the justice, in fair round belly with good capon lined, with eyes severe and beard of formal cut, full of wise saws and modern instances; and so he plays his part.
Yang kelima adalah fase dewasa, dengan kebijakan yang diperoleh selama hidupnya, menjalankan perannya di dalam masyarakat. Ada beberapa kiasan yang mungkin bisa diterjemahkan secara berbeda di sini. Shakespeare menggambarkan fase dewasa ini sebagai fase dimana seseorang cenderung menjadi lebih gemuk ("in fair round belly"), mencari yang terbaik ("with good capon lined" secara harafiah berarti deretan daging ayam terbaik), lebih memperhatikan keadaan di sekitarnya ("with eyes severe"), dan lebih memperhatikan penampilannya ("beard of formal cut").
The sixth age shifts into the lean and slipper'd pantaloon, with spectacles on nose and pouch on side; his youthful hose, well sav'd, a world too wide for his shrunk shank; and his big manly voice, turning again toward childish treble, pipes and whistles in his sound.
Selanjutnya adalah fase dimana seseorang menjadi tua. Fisik melemah, dunia sudah menjadi terlalu besar bagi kakinya untuk melangkah, suaranya pun melemah. Mental pun melemah, ia menjadi bahan tertawaan ("pantaloon" berarti bahan tertawaan, dan dalam commedia dell'arte Italia, Pantalone biasanya berupa karakter seorang pria yang sudah tua).
Last scene of all, that ends this strange eventful history, is second childishness and mere oblivion; sans teeth, sans eyes, sans taste, sans everything.
Dan setelah semuanya itu, ia akan kembali menjadi seperti anak-anak, butuh seseorang untuk merawatnya. Perlahan, satu-persatu bagian dari dirinya akan menghilang, sampai akhirnya, ia mati.
-----
Ben's Note:
Aku membaca tulisan Shakespeare ini karena tertarik dengan film As You Like It. Film tersebut menghidupkan naskah Shakespeare yang berjudul sama, dengan sedikit perubahan pada setting. Jika pada naskah asli kisah tersebut terjadi di Prancis, maka dalam film keseluruhan event terjadi di Jepang.
Well, bagi sebagian besar orang mungkin film ini membosankan. Namun saat pertama menontonnya secara tidak sengaja, aku tertarik dengan permainan kata yang digunakan. Aku hanya mencoba mengapresiasikannya.
Source:
No comments:
Post a Comment